Forum Komunikasi Ustadzah

Forum Komunikasi Ustadzah
Kantor FKU

Selasa, 21 Desember 2010

Hari Ibu



Kala yang lain terlelap
Kutahu kau tak pernah terlena
Pikiran, hati, jiwa, dan emosiku selalu bekerja demi masa depanku
Kau selalu berpacu dengan waktu
Karena kau yakin, tanpa itu bisa jadi
aku terlindas oleh jaman yang semakin keras

Andai aku bisa, ibu
Kan kubalas segenap cinta dan kasihmu
Andai aku mampu, ibu
Kan kupersembahkan seterang kilauanmu,
sehangat dekapanmu, setulus kasihmu,
dan sebijak nasihatmu

Ya Illahi
Sejahterakanlah bunda,umi,mama,ibu
Karena Beliaulah, pelangi dan matahariku
Hari ini kuhaturkan dengan tulus padamu.

I Love You Mom,
I LOve You Bunda,,,,,

Rabu, 08 Desember 2010

1 Muharram 1432 H

Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1432 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini.

Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.

Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.


”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(QS. Al Hasyr: 18)

Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak.

Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata :
"Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"

Sabtu, 26 Juni 2010

RAHASIA SHOLAT DHUHA


RAHASIA SHOLAT DHUHA

Sholat Dhuha hukumnya sunah muakkad. Oleh karenanya, siapa saja yg ingin memperoleh pahala dan keutamaannya silahkan mengerjakan dan tidaklah berdosa apabila meninggalkannya. Namun Rasulullah saw senantiasa mengerjakan sholat Dhuha.

Rasulullah adalah teladan utama dalam segala hal. Beliau tidak akan mewasiatkan atau memerintahkan sesuatu sebelum mengerjakannya. Demikian pula dengan sholat Dhuha.

Menunaikan sholat Dhuha selain sebagai wujud kepatuhan kepada ALLAH dan Rasul-NYA, juga sebagai perwujudan syukur dan takwa kepada kepada ALLAH karena ALLAH Maha Hikmah. Apapun amal ibadah yang disyariatkan akan mengandung banyak keutamaan dan hikmah.
Dan di antara keutamaan dan hikmah dari sholat Dhuha adalah sebagai berikut :

1. Sholat Dhuha adalah Sedekah

Rasulullah bersabda, “ Setiap ruas dari anggota tubuh di antara kalian pada pagi hari, harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat disepadankan dengan mengerjakan sholat Dhuha dua rakaat.” (HR. Muslim dari Abu Dzar)

Dalam diri manusia terdapat tiga ratus enam puluh ruas tulang, hendaklah ia mengeluarkan satu sedekah untuk setiap ruas itu. Para sahabat bertanya, “Siapa yang mampu mengerjakan hal tersebut wahai Nabi ALLAH?” Nabi berkata, “Dahak di masjid yang engkau pendam, suatu aral yang engkau singkirkan dari jalan. Jika kamu tidak mendapatkan sesuatu yang sepadan, cukuplah bagimu sholat Dhuha dua rakaat.”
(HR. Abu Daud dan Ahmad dari Abu Buraidah)

2. Sholat Dhuha sebagai Investasi Amal Cadangan

Sholat adalah amal yang pertama kali diperhitungkan pada hari Kiamat. Sholat juga merupakan kunci semua amal kebaikan. Sholat sunah -termasuk- sholat Dhuha merupakan investasi atau amal cadangan yg dapat menyempurnakan sholat fardhu (wajib).

Rasulullah saw bersabda,

Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah sholatnya. Apabila benar (sholatnya) maka ia telah lulus dan beruntung, dan apabila rusak (sholatnya) maka ia akan kecewa dan rugi. Jika terdapat kekurangan pada sholat wajibnya, maka ALLAH berfirman, “Perhatikanlah, jikalau hamba-KU mempunyai sholat sunah maka sempurnakanlah dengan sholat sunahnya sekedar apa yang menjadi kekurangan pada sholat wajibnya. Jika selesai urusan sholat, barulah amalan lainnya.” (HR. Ash-habus Sunan dari Abu Hurairah RA)

3. Ghanimah (Keuntungan) Yang Besar

Rasulullah bersabda,

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ia berkata, “Rasulullah saw mengirim pasukan perang. Lalu pasukan itu mendapatkan harta rampasan perang yang banyak dan cepat kembali (dari medan perang). Orang-orang pun (ramai) memperbincangkan cepat selesainya perang, banyaknya harta rampasan, dan cepat kembalinya mereka. Makam Rasulullah saw bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang lebih cepat selesai perangnya, lebih banyak (memperoleh) harta rampasan, dan cepat kembali (dari meda perang)? (Yaitu) orang yang berwudhu kemudian menuju masjid untuk mengerjakan sholat sunah Dhuha. Dialah yang lebih cepat selesai perangnya, lebih banyak (memperoleh) harta rampasan, dan lebih cepat kembalinya.” (HR. Ahmad)

4. Dicukupi Kebutuhan Hidupnya

Orang yang gemar melaksanakan sholat Dhuha karena ALLAH, akan dberikan kelapangan rezeki oleh ALLAH. Rasulullah saw menjelaskan daam hadits Qudsi dari Abu Darda’ bahwa ALLAH berfirman:

Wahai anak Adam, rukulah (sholatlah) karena AKU pada awal siang (sholat Dhuha) emapt rakaat, maka AKU akan mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore. (HR. Tirmidzi)

5. Pahala Haji dan Umrah

Rasulullah bersabda,

Barangsiapa yang sholat Shubuh berjamaah kemudian duduk berzikir untuk ALLAH sampai matahari terbit kemudian (dilanjutkan dengan) mengerjakan sholat Dhuha dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya. (HR. Tirmidzi)


6. Diampuni Semua Dosanya Walau Sebanyak Buih di Laut

Rasulullah bersabda,

Barangsiapa yang menjaga sholat Dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

7. Istana di Surga

ALLAH akan membangun istana di surga bagi orang yang gemar sholat Dhuha. Rasulullah bersabda,

Barangsiapa shalat Dhuha dua belas rakaat, maka ALLAH akan membangun istana dari emas di surga.
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Demikian beberapa keutamaan dan hikmah dari sholat Dhuha yang diambil dari hadits. Semoga menjadi motivas bagi kita semua agar lebih memperhatikan sholat Dhuha dan membiasakan sholat Dhuha.

Rabu, 28 April 2010

Konsep Iman dan Kufur Menurut Aliran Teologi Islam (Suatu Analisa Perbandingan) Part 1

PENDAHULUAN

Agenda persoalan yang masalah pertama-tama timbul dalam theologi Islam adalah masalah Iman dan kufur. Persoalan tersebut pertama kali dimunculkan oleh kaum khawarij ketika mencap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi SAW yang mereka pandang telah melakukan dosa besar, seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Supyan, Abu Musa Al-Asy’ari, Amer bin Al- Ash, Thalhah bin Ubaidillah. Zubair bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah SAW[1].Masalah ini kemudian dicuatkan oleh golongan khawarij bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.

Pernyataan theologi khawarij seperti itu selanjutnya menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran-aliran theology Islam yang tumbuh kemudian seperti aliran Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam polemik teresbut, dan tidak jarang didalam masing-masing aliran tersebut terdapat lagi nuansa perbedaan antara pengikutnya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan diskursus yang berkembang dalam pemikiran aliran-aliran theologi Islam itu, dikhususkan masalah konsep Iman dan kufur serta status pelaku dosa besar. Pertanyaan utamanya adalah bagaimana status orang yang melkukan dosa besar?, apakah ia masih dimasukkan sebagai orang yang beriman atau kafir?, konsep pokok apa saja yang menjadi inti konsep iman? Dan lainnya.

IMAN DAN KUFUR DALAM ALIRAN THEOLOGI

Konsep iman dan kufur menurut perbincangan aliran theologi Islam seperti yang terlihat dalam berbagai literatur ilmu kalam, acapkali lebih menitik beratkan pada satu aspek saja dari dua term; “iman atau kufur”. Ini dapat dipahami, sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya, juga berarti kesimpulan tentang konsep kufur.

Menurut Hasan Hanafi, setidaknya ada empat istilah kunci biasanya dipergunakan oleh para theology Muslim dalam membicarakan konsep iman[2], yaitu :

  1. Ma’rifah bi al-aql; mengetahui dengan akal
  2. Amal; perbuatan baik atau patuh
  3. Iqrar; pengakuan secara lisan dan
  4. Tasdiq; membenarkan dalam hati

Keempat istilah kunci tersebut terdapat dalam hadits Rasul SAW yang

diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Said Al-Khudri, yang artinya:

“Barang siapa diantaramu yang melihat (ma’rifah) kemungkaran, maka hendaklah kamu mengambil tindakkan fisik, jika engkau tidak kuasa, maka rubahlah dengan ucapanmu, jika dengan itupun engkau tidak mampu melakukannya, maka lakukanlah dengan kalbumu (akan tetapi yang terakhir) ini merupakan iman yang paling lemah.” Uraian dibawah ini merupakan tentang konsep iman dan kufur serta status pelaku dosa besar menurut masing-masing aliran theologi Islam.

A. Aliran Khawarij

Sebagai sebuah aliran yang lahir dari peristiwa politk, maka pendirian theologi Khawarij terutama yang brkaitan masalah iman dan kufur sebenarnya lebih bertendensi pada masalah politis ketimbang ilmiah teoritis. Kebenaran ini tidak dapat disangkal, karena seperti yang telah diungkapkan dalam sejarah Khawarij yang mula-mula memunculkan persoalan theologis seputar makalah “ Apakah Ali dan pendukungnya ialah kafir atau masih tetap mukmin?, Apakah Mu’awiyah dan pendukungnya masih tetap mukmin atau telah menjadi kufur?” Jawaban dari pertanyaan ini yang kemudian menjadi pijakan dasar dari theologi mereka. Dalam hal ini mereka berpendapat, karena Ali dan Mu’awiyah telah melakukan tahkim maka mereka telah melakukan dosa besar dan semua pelaku dosa besar ( murtakib al-kabirah), menurut semua sub sekte aliran khawarij adalah kafir dan disiksa selama-lamanya di dalam neraka kecuali sekte Najdah.

Lain halnya dengan Azariqah, mereka tidak menggunakan kafir pada mereka yang melakukan dosa besar. Istilah yang mereka gunakan adalah musyrik bagi siapa saja umat islam yang tidak mau bergabung dengan mereka. Sedangkan bagi pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti mereka telah keluar dari agama islam serta kelak dalam neraka bersama-sama orang kafir lainnya.[3]

Najdah tidak jauh berbeda dengan Azariqah kepada umat islam yang tidak mau bergabung ke dalam kelompok mereka, maka predikat yang sama disandangkan pula oleh Najdah kepada siapapun umat islam yang secara terus menerus mengerjakan dosa kecil.[4]

Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah. Akan tetapi mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan.

Tepatnya iman bagi Khawarij merupakan pembenaran dalam hati, diucapkan dengna lidah dan dilakukan dengan perbuatan. Oleh karena itu segala perbuatan yang bersifat keagamaan, adalah merupakan bagian dari keimanan, maka logikanya siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya tetapi tidak melakukan kewajiban agama bahkan melakukan perbuatan dosa, oleh Khawarij telah dipandang sebagai kafir[5].

Lain halnya dengan sub sekte Khawarij yang moderat yaitu kelompok Ibadiyah memiliki pandangan yang berbeda dengan kelompok Azariqah dan An-Najdah, baginya setiap pelaku dosa besar adalah mukmin yaitu sebagai muwabid (yang mengesakan Tuhan), tetapi bukan mukmin. Pendeknya ia tetap disebut kafir, hanya merupakan kafir nikmat dan bukan kafir millah (agama)[6].

Mengenai perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai dosa besar dan dapat membawa kekufuran. Agaknya Khawarij tidak menjelaskan secara konseptual, kecuali sekte supriyah. Sekte ini memilah dosa besar menjadi dua bagian.

Pertama. Dosa yang ada hukumannya didunia seperti zina; kedua, dosa yang tidak ada hukumannya didunia seperti meninggalkan shalat dan puasa. Pelaku dosa besar yang pertama tidak dipandang kafir, tetapi pelaku dosa besar yang kedua dengan mereka anggap telah menjadi kafir[7]. Khawarij cenderung menyamaratakan semua perbuatan dosa sebagai dosa besar yang menggiring kepada kekufuran. Dalam paham mereka lebih banyak tertuju pada sangsi langsung bagi seseorang yang melakukan dosa besar.

Hal ini dapat dimengerti karena perbuatan merupakan unsur terpenting dalam konsep iman menurut Khawarij. (BERSAMBUNG)



[1] Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nahdah Al-Misriyyah, 1971), cet.ke-9,h.

[2] Hasan Hanafi, Min al Aqidah ila al-saurah, Maktabah Madbula, bagian ke-5

[3] Muhammad ibn ‘Abd al-karim al-Syahratsani, Al-Milal wa Al-Nihal, (Mesir. Mustofa al-Bab al-Halabi wa awladuh,1967), Juz 1,h.118, 122

[4] Ibid, h. 124

[5] Ahmad Amin, op. cit, h. 259

[6] Al-Syahsatsani, op. cit, h. 134-135

[7] Ibid, h. 101

Kamis, 22 April 2010

Abu Nawas dalam Syairnya

Tuhanku... Aku tidak pantas menjadi penduduk syurga

Akan tetapi, akupun tidak sanggup jika di neraka

Terimalah taubat dan ampunilah dosaku

Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun Lagi Maha Agung

Tuhanku... Hamba-Mu yang berdosa ini mengharap kepada-Mu

Mengakui segala kealpaan dan dosa...

Dan sekarang memohon kepada-Mu

Dosa-dosa ku laksana butiran pasir

Maka terimalah Taubat ku, Wahai Zat yang Maha Agung

Usiaku semakin hari,semakin berkurang

Sedangkan dosa-dosaku bertambah... Lalu bagaimana aku harus menanggungnya

Andai saja Engkau mengampuniku, maka memang hanya engkau yg patut untuk itu

Akan tetapi, jika Engkau menolaknya, maka Kepada siapa lagi aku harapkan selain-Mu.

Selasa, 20 April 2010

RA.Kartini




Selamat Hari Kartini,,,,,
Perjuangan mu tak akan padam....

Sabtu, 17 April 2010

Pengalaman ku Berdawah di Negara Kincir Angin


BERDAKWAH membina 320 muslim di Kota Denhaag, Belanda adalah pengalaman yang tidak terlupakan bagi Ustadjah Dra. Hj. Jundah Sulaiman Ibrahim MA.

Perempuan paruh baya ini warga Taman Poris Gaga, Kelurahan Poris Gaga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang ini memang dikenal sebagai ustadzah yang juga dosen di Fakultas Dakwah Komunikasi UIN Jakarta.

Pengalaman itu didapatkannya saat Ramadhan 2009, dia diundang Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Belanda untuk membina 320 muslim yang tergabungВ di KBRI maupun umat muslim jamaah Mesjid Al Hikmah di Kota Den Haag. Ini tentu saja sebuah kejutan baginya, maka dia berangkat ke sana.

Selama sebulan penuh setiap harinya Ustadjah Hj. Jundah menggelar pembinaan, mulai pukul 9 pagi sampai menjelang dzuhur kepada 20 jamaah. Lalu dia pun menyampaikan tausyiah di Mesjid Al Hikmah setiap harinya, setelah maghrib dengan 300 jamaah.

Disela-sela waktuВ berdakwah yang disampikan dengan Bahasa Inggris,В Jundah pun menyempatkan diri untuk mendatangi beberapa lokasi wisata hati dengan mengunjungi beberapa mesjid terkenal di beberapa negara tetangga Belanda, di antaranya Jerman, Belgia, Swiss, dan Perancis. Dia pun memperoleh undangan dari Ratu Beatrice di Belanda untuk menghadiri upacara pembacaan undang-undang di negara tersebut.

Perjalanan spritual tersebut bagi dirinya sangat berharga, di mana dia bisa berbagi ilmu dengan umat muslim di sana serta memperoleh tambahan ilmu terkait kajian Islam di sana dengan mengunjungi lokasilokasi beberapa negara tersebut diatas.

Selain berdakwah ke Den Haag Belanda ia pun di tahun 1994 mengikuti perjalanan napak tilas ke negara Spanyol ingin mengetahui sejarah perkembangan Islam di Spanyol.

Perempuan asli Kampung Poris Gaga, kelahiran 3 Maret 1957, memang berbakat dakwah mewarisi bakat kakeknya yang seorang kiai terkenal di Poris. Sewaktu kecil dia bersekolah di madrasah tsanawiyah, lalu ke Pesantren Asyfi’iyah pimpinan Ustadjah Tuti Alawiyah di Jakarta. Untuk mmemperoleh gelar S1 sampai S2 dia melanjutkannya ke UIN Jakarta sampai akhirnya ia pun tercatat sebagai dosen di sana.

Sedangkan terkait cita-citanya ingin memajukan kegiatan dakwah di Kota Tangerang ia pun mendirikan Forum Komunikasi Ustadjah se-Kota Tangerang dengan anggota sekitar 3.000-an ustdjah. Sebagai pendiri FKU dia pun menggelar pembinaan ustadjah anggotanya dengan menggelar pertemuan rutin bulan dan TOT bagi ustadjah bertujuan meningkatkan SDM ustadjah.В

Ustadzah inipun telah menerbitkan buku panduan materi dalam berdakwah yang kini dijadikan panduan para ustdjah untuk berdawah.

Senin, 15 Maret 2010

Tersenyumlah!


Tersenyum mempunyai pengaruh yang kuat untuk membuat jiwa gembira dan bahagia. Rasulullah sendiripun sesekali tersenyum dan tertawahingga tampak grahamnya yang putih, sehingga Rasulullah bersabda; "Tersenyumlah karena senyum itu shodaqoh".

Rabu, 17 Februari 2010

Rasulullah SAW Kekasih Allah

Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad, habibikasy sayfi’il musyaffa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad a’lal wara rutbatan warfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad asmal baraya jahan wa awsa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa-asluk bina rabbi khayra mahya’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa ‘afina wasyfi kulla muwja’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa ashlihil qalba wa’fu wanfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wakfil mu’adi wa-asrifhu warda’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad tahullu fi hishnikal mumanna’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad rabbi ardla ‘anna ridlakal arfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad waj’al lana fil jinani majma’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad rafiq bina khayra khalqika ajma’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad ya rabbi shalli ‘alayhi wa sallim.

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi


Suatu saat beberapa sahabat menunggu Rasulullah SAW di masjid Madinah. Mereka berdiskusi soal agama. Sampai pada suatu tema, mereka berbicara tentang topik kelebihan para rasul dan nabi.

Ibnu Abbas RA menuturkan, sebagaimana dicatat Ad-Darami dan At-Tirmidzi dalam kumpulan hadist mereka, ada seorang sahabat berkata, “Sungguh menakjubkan! Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kawan dekat-Nya.”

Yang lain menyahut, “Lebih hebat lagi Allah telah bercakap-cakap secara langsung dengan Musa!”

Sebagian lagi mengutarakan, “Isa sebagai kalimat Allah dan Ruh-Nya.”
Ada lagi yang mengatakan. “Allah telah memilih Adam.”

Pernyataan-pernyata an para sahabat itu telah menimbulkan perbedaan pendapat. Dan mereka belum menemukan kata akhir, siapakah yang lebih dari yang lain. Sementara dalam ayat disebutkan, “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi itu atas sebagian yang lain.” – QS Al-Isra’ (17):55.

Tanpa disadari para sahabat, ternyata yang dinanti, Rasulullah SAW, sudah berdiri dibelakang mereka. Dan beliaupun sudah mendengar apa yang mereka bicarakan.
Dengan wajah mengepresikan tanya, para sahabat menunggu Nabi bersabda.

Bukan Kesombongan

“Aku telah mendengar apa yang kalian percakapkan dan memaklumi keheranan kalian terhadap keberadaan Ibrahim sebagai kawan dekat Allah, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Musa sebagai orang yang diajak bercakap-cakap langsung, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Isa sebagai kalimat dan Ruh-Nya, juga memeng begitulah adanya. Sedang aku adalah kekasih Allah ( Habib Allah ), dan ini bukan kesombongan.”

Beberapa sahabat yang mendengar keterangan, sedikit plong hatinya. Berarti mereka sudah menemukan jawaban atas apa yang mereka perdebatkan.

Nabi SAW melanjutkan, “Aku menjadi pembawa bendera kemulian pada hari kebangkitan, Aku adalah pembela pertama dan orang pertama yang dikabulkan syafa’atnya, dan ini bukan sebuah kesombongan. Aku adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga, dan Allah akan membuka pertama kalinya untukku dan mempersilahkan aku memasukinya dengan orang-orang miskin diantara kalian. Aku adalah orang yang paling dimuliakan idi zaman awal dan di zaman akhir, dan sungguh ini bukan sebuah kesombongan.”

Istilah Habib Allah inilah yang sering disebut-sebut dalam syair dan qashidah maulid. Mayoritas ulama berpendapat, kekasih Allah lebih tinggi daripada kawan dekat allah ( Khalilullah ). Salah satunya pendapat Imam Abu Bakar bin Furak, berdasarkan sebuah pendapat ahli kalam, “Khalil mencapai Allah melalui sebuah perantaraan sebagai yang diisyaratkan dalam firman_Nya, “Demikianlah langit dan perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda kekuasaan Kami di langit dan di bumi.” – QS Al-An’am (6):75.

Sementara bagaimana “ Seorang yang cinta” mencapai Allah, diisyaratkan dalam firman-Nya, “…Dia sangat dekat dua ujung busur mata panah atau lebih dekat lagi.”- QS An-Najm (53):9.

Khalil berkata, “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” – QS As-Syu’ara (26):84. Sedang kepada orang yang dicintai dikatakan, “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu.” – QS Alam Nasyrah (Al Insyirah):4.

Nabi Muhammad SAW dianugerahi sejumlah kemuliaan tersebut tanpa beliau memintanya.

Masih banyak lagi perbandingan yang menguatkan bahwa istilah Habib lebih tinggi dari Khalil. Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya, kitapun lebih mengutamakan kekasih kita daripada kawan kita.

Sejumlah keterangan yang telah disampaikan, menurut Qadhi Iyadh bin Musa Al Yahsubi, dalam bukunya yang berjudul “Keagungan kekasih Allah, Muhammad SAW” menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.